Categories INTERMEZZO JUSTICE

Hotman Paris Kritik Humas PA Jaksel, Sebut Paula Verhoeven “Istri Durhaka”

Jakarta (HukumWatch) :

Insiden ini seharusnya menjadi momentum evaluasi terhadap kinerja dan etika pejabat peradilan. Dalam konteks hukum, integritas dan kerahasiaan putusan sebelum inkracht (berkekuatan hukum tetap) harus dijaga dengan ketat. Kasus Paula Verhoeven menjadi pengingat bahwa proses hukum harus dijalankan tanpa intervensi opini publik yang berlebihan, apalagi dari pihak internal pengadilan sendiri.

Pengacara senior Hotman Paris Hutapea kembali mencuri perhatian publik, kali ini dengan kritik tajam terhadap pernyataan Humas Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan, Suryana.

Dalam pernyataannya kepada media, Suryana mengungkap detail isi putusan cerai antara Baim Wong dan Paula Verhoeven, termasuk menyebut Paula sebagai “istri durhaka”. Langkah ini langsung menuai reaksi keras dari Hotman Paris.

Hotman menegaskan bahwa seorang juru bicara pengadilan, terlebih yang juga menjabat sebagai hakim, tidak pantas mengungkapkan isi putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Proses banding masih berlangsung, sehingga segala bentuk pernyataan publik, menurut Hotman, berpotensi mencederai asas praduga tak bersalah.

“Putusan itu belum final. Jubir pengadilan tidak boleh mengungkap hal-hal sensitif seperti itu, apalagi menyebut Paula sebagai istri durhaka. Itu sangat tidak etis dan bisa mencemarkan nama baik,” tegas Hotman dalam keterangannya di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025).

Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang batasan transparansi dalam sistem peradilan Indonesia. Pernyataan Suryana terkesan menyudutkan Paula dan memberi kesan bahwa ia telah bersalah secara moral dan hukum. Padahal, menurut Hotman, tidak ada bukti kuat yang mendukung tuduhan perzinaan terhadap Paula.

“Tidak boleh menuduh seseorang tanpa bukti konkret. Kalau tidak ada video, tidak ada saksi, ya itu bukan bukti hukum. Jubir pengadilan tidak boleh menghujat seperti itu,” lanjut Hotman.

Implikasi Hukum dan Etika dalam Dunia Peradilan

Kasus ini menyuarakan keprihatinan yang lebih luas tentang profesionalitas aparat peradilan di Indonesia. Hotman menekankan bahwa seorang humas pengadilan harus menjaga netralitas dan tidak mencampuradukkan opini pribadi dalam menjalankan tugas.

“Dia bukan hakim dalam perkara itu, hanya jubir. Tidak pantas memberikan label moral seperti ‘istri durhaka’ yang bisa memperburuk citra seseorang di mata publik,” ujar Hotman dengan nada tegas.

Untuk diketahui, Paula Verhoeven dan Baim Wong resmi bercerai pada 16 April 2025 setelah menjalani proses persidangan selama 185 hari. Gugatan cerai diajukan oleh Baim pada 8 Oktober 2024. Putusan pengadilan menyatakan bahwa Paula terbukti berselingkuh dan bersikap nusyuz, atau tidak patuh terhadap suami. Selain memutuskan perceraian, hakim juga memberikan hak asuh anak secara bergilir dan menetapkan nafkah mut’ah sebesar Rp 1 miliar kepada Paula.

Namun, sebagian besar publik menyoroti cara penyampaian hasil putusan yang dianggap tidak beretika. Kritikus hukum dan pengacara lain turut mendukung pandangan Hotman bahwa pernyataan resmi dari lembaga peradilan harus dijaga profesionalismenya.

)**Djunod

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like