NTT, HukumWatch –
Bermula ketika Ipda Rudy Soik tengah menjalankan penyelidikan terkait dugaan penimbunan BBM. Dimana saat itu, IPDA Rudy Soik menjabat sebagai KBO Satreskrim Polresta Kupang. Dan selanjutnya, Juni 2024, Ipda Rudy Soik mendatangi gudang milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar untuk melakukan penggeledahan. Setelah itu, Ipda Rudy Soik memasang ‘Police Line’ atau garis polisi di drum dan area tersebut. Namun, tindakan ini justru menimbulkan masalah bagi Ipda Rudy Soik.
Tersebut lantaran lokasi yang Ipda Rudy Soik segel ternyata ‘Tidak Terbukti’ sebagai tempat ‘Penimbunan BBM ilegal’. Akibatnya, Ipda Rudy Soik dikenai sanksi etik. Dan setelah serangkaian persidangan, Ipda Rudy Soik akhirnya diberhentikan dengan ‘Tidak Hormat’ dari Kepolisian.
Pemecatan Ipda Rudy Soik diumumkan dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang berlangsung (10/10) dan (11/10).
Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) memutuskan untuk memberhentikan Ipda Rudy Soik dari jajarannya. Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh tim Propam Polda NTT, ada pelanggaran ditemukan, yang berujung pada keputusan pemecatan dengan tidak hormat itu.
Dalam sidang tersebut, Ipda Rudy Soik dinyatakan melanggar beberapa pasal sekaligus. Diantaranya, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 (1) huruf b dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri junto Pasal 5 ayat (1) huruf b,c dan Pasal 10 ayat (1) huruf (a) angka (1) serta huruf d dari Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ipda Rudy terkait tindakannya memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar yang berada di Kelurahan Alak dan Fatukoa. Garis polisi tersebut dipasang karena tempat itu diduga menyimpan BBM ilegal.
Lantas … Ada apa ini sesungguhnya !?
Rudy Soik menegaskan tindakannya itu, menyegel tempat yang diduga penampungan BBM ilegal di rumah Ahmad Munandar dan Algajali ‘Tidak Salah’, karena itu bagian dari penyelidikan yang sedang dilakukan terkait dugaan kasus BBM ilegal. Bahkan Rudy Soik menduga keras ada oknum anggota kepolisian yang terlibat dalam kasus ini diduga menerima suap dari A. Bahkan, diduga A diketahui membeli solar subsidi menggunakan barcode dari seorang oknum pengusaha.
Dan berdasarkan penyelidikan yang dilakukan bersama tim, A diduga memiliki hubungan dekat dengan oknum anggota Paminal Propam Polda NTT yang pernah melakukan operasi tangkap tangan terhadap seorang anggota Shabara Polda NTT yang menerima uang dari A.
Pada saat itu, A membeli minyak ilegal di SPBU di Kota Kupang. Namun, yang aneh, anggota Shabara Polda NTT hanya diproses secara disiplin, sementara A tidak diproses secara pidana.
Bahkan, Rudy Soik juga mengungkapkan bahwa A mengaku membeli minyak untuk Al yang kemudian disimpan. Dan sebelum operasi penertiban BBM ilegal pada 25 Juni 2024, Al juga menerima telepon dari seorang anggota Direktorat Kriminal Khusus Polda NTT yang memintanya untuk “tiarap sebentar.”
“Atas dasar itulah, maka saya bersama tim mengambil tindakan pemasangan Police Line (garis polisi). Karena kelangkaan BBM dirasakan oleh semua kalangan masyarakat dari daerah perbatasan hingga Kota Kupang,” cerita Rudy Soik.
Bagi Rudy Soik ini dilakukannya dalam pelaksanaan tugas, bukan maunya saya tetapi atas perintah atasan. Tapi kok kenapa saya yang disalahkan? Dan dijadikan alasan pemberatan untuk saya dimutasi ke Polda Papua?
Harusnya melihat fakta-fakta ini sebagai upaya untuk menyelamatkan NTT dari mafioso BBM dan perdagangan orang? Kenapa ini dijadikan alasan, tanyanya lagi penuh keheranan.
)**Arie/Doni