Jakarta, Hukumwatch.com — Otto Hasibuan resmi diangkat Presiden Prabowo Subianto sebagai Wakil Menteri Koordinator Hukum dan HAM, diketahui Otto masih menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).
Jabatan ganda tersebut menjadi polemik panjang dan dinilai melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota PERADI kubu Otto, Teuku Afriadi, S.H., mengatakan bahwa tindakan Otto jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 183/PUU-XXII/2024 yang diputuskan pada 30 Juli 2025. Putusan tersebut mewajibkan pimpinan organisasi advokat nonaktif apabila diangkat menjadi pejabat negara.
“Otto Hasibuan seharusnya menjunjung tinggi martabat advokat dengan menaati aturan hukum. Jangan hanya pandai bicara etik di forum PKPA, tetapi dirinya sendiri justru mengabaikan putusan lembaga negara,” kata Teuku Afriadi, Selasa (10/9/2025).
Teuku menyebut, alasan Otto tidak mundur karena AD/ART PERADI tidak melarang hanyalah dalih yang menyesatkan. Menurutnya, aturan internal organisasi tidak bisa dijadikan tameng untuk mengabaikan undang-undang maupun putusan MK.
“Logika sehat hilang karena kekuasaan. Kita tidak dalam kekosongan hukum, aturan sudah jelas. Advokat senior seperti Otto seharusnya memberi teladan, bukan membangkang,” tambahnya.
Lebih jauh, Teuku juga mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar konsisten dengan ucapannya sendiri yang pernah menyatakan “tidak ada jabatan yang tidak bisa dicopot di republik ini.”
“Kalau konsisten, mulailah dari lingkaran bapak sendiri. Wamen Otto Hasibuan ini harus segera dicopot. Ini demi menjaga independensi PERADI sebagai organisasi profesi yang mulia (Officium Nobile),” pungkas Teuku.
Ulasan Hukum
1. Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 183/PUU-XXII/2024 merupakan hasil uji materiil Pasal 28 Ayat (3) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. MK menegaskan bahwa pimpinan organisasi advokat wajib nonaktif jika diangkat sebagai pejabat negara.
Artinya, tidak ada alasan apapun bagi Otto Hasibuan untuk tetap menjabat, karena putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding) sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) UU MK.
2. Pertentangan AD/ART dengan Hukum yang Lebih Tinggi
Dalih Otto Hasibuan bahwa AD/ART PERADI tidak melarang adalah bentuk kekeliruan logika hukum. Sesuai asas hukum “lex superior derogat legi inferiori”, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan aturan internal organisasi.
Dengan demikian, AD/ART tidak boleh bertentangan atau dijadikan dasar pembenaran melawan putusan MK.
3. Etika Profesi Advokat
Advokat disebut sebagai profesi mulia (officium nobile) yang menjunjung tinggi kehormatan dan integritas. Melanggar putusan MK sama dengan menodai integritas profesi advokat. Otto seharusnya menjadi teladan, bukan justru memperlihatkan sikap “pembangkangan hukum.”
4. Preseden Buruk bagi Independensi Organisasi
Jika dibiarkan, kepemimpinan ganda Otto berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan merusak independensi PERADI. Sebagai organisasi profesi, PERADI harus steril dari intervensi kekuasaan eksekutif agar tetap dapat menjalankan fungsi kontrol sosial dan penegakan hukum secara objektif.
“ Jadi, secara hukum maupun etik, Otto Hasibuan wajib mundur dari Ketua Umum PERADI. Jika tidak, Presiden Prabowo bisa mencopot Otto dari jabatan Wakil Menteri sebagai langkah konsisten dalam menjaga marwah hukum dan etika pemerintahan,” pungkas Teuku