Jakarta (Hukumwatch) :
Dunia maya kembali diguncang dengan kabar yang menimbulkan kehebohan publik. Seorang perempuan bernama Lisa Mariana mengklaim bahwa anaknya adalah hasil hubungan dengan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Klaim ini sontak memicu reaksi keras dari masyarakat dan pihak Ridwan Kamil, yang merasa dirugikan secara moral dan nama baik.
Dalam merespons kabar tersebut, Ridwan Kamil melalui tim kuasa hukumnya melaporkan Lisa Mariana ke Bareskrim Polri pada 11 April 2025. Laporan ini bukan tanpa dasar. Tim kuasa hukum menuding Lisa telah menyebarkan informasi bohong dan melakukan pencemaran nama baik melalui media elektronik. Perkara ini pun menarik perhatian publik karena menyangkut unsur hukum, etika digital, serta privasi individu.
Langkah hukum yang ditempuh Ridwan Kamil menunjukkan keseriusan dalam menjaga reputasi dan kehormatan pribadi. Muslim Jaya Butarbutar selaku kuasa hukum menyatakan bahwa proses hukum ini diperlukan untuk menghentikan spekulasi yang berkembang liar di media sosial. Ia menegaskan, “Proses penegakan hukum akan menjawab semua spekulasi.”
Laporan ke Bareskrim tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/174/IV/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI. Hal ini menandakan bahwa pihak berwajib telah secara resmi menangani kasus tersebut dalam kerangka hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Kajian Yuridis: Ancaman Pidana dalam UU ITE
Pernyataan yang dilontarkan Lisa Mariana dapat dikategorikan sebagai penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik jika tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi dasar hukum yang relevan.
Menurut kuasa hukum lainnya, Heribertus Hartojo, Lisa dapat dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 UU ITE. Pasal tersebut mengatur tentang manipulasi data elektronik, yang mengandung ancaman pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp12 miliar. Ini adalah konsekuensi serius bagi siapapun yang memanfaatkan media digital untuk menyebarkan informasi palsu yang merugikan pihak lain.
Implikasi Hukum dan Sosial
Penting dipahami bahwa kebebasan berekspresi di media sosial tidak bersifat mutlak. Ketika seseorang menyampaikan pernyataan tanpa dasar yang kuat dan menyangkut reputasi orang lain, ia bisa saja melanggar hukum yang berlaku. Dalam konteks ini, Lisa Mariana berpotensi menghadapi ancaman pidana berlapis apabila tidak mampu membuktikan kebenaran klaimnya.
Secara sosial, kasus ini menciptakan efek domino. Tidak hanya menyerang privasi Ridwan Kamil, namun juga menciptakan ketidakpastian dan fitnah yang dapat menghancurkan kredibilitas seseorang di mata publik. Maka dari itu, proses hukum yang sedang berjalan perlu dikawal secara objektif dan adil demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Kasus Lisa Mariana menjadi pengingat bahwa penyebaran informasi di era digital harus disertai tanggung jawab. Hukum hadir bukan untuk membungkam kebebasan berpendapat, melainkan untuk melindungi hak-hak semua warga negara dari kerugian yang ditimbulkan oleh informasi yang tidak benar. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan menghargai proses hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa yang beradab.
)**Djunod