Jakarta (HukumWatch) :
Kasus pemerasan yang melibatkan AKBP Bintoro dan sejumlah rekan-rekannya kembali menjadi sorotan publik. Kejadian ini menambah daftar panjang dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum kepolisian, yang seharusnya bertugas sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Masyarakat Indonesia menaruh harapan besar pada kepolisian untuk menegakkan hukum dengan adil. Namun, praktik pemerasan oleh oknum aparat justru membuat kepercayaan publik semakin merosot.
Banyak warga yang merasa menjadi korban kriminalisasi, di mana seseorang yang seharusnya tidak bersalah justru ditetapkan sebagai tersangka tanpa bukti yang kuat.
Praktisi hukum D. Hasidah S.Lipung,SH.,MH didampingi Muhammad Amin.S.H, Wahyullah.S.H.,C.NSP.,CTT, Albar,S.H dan Saifullah, S.H dari Langka Law Firm menyoroti bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi di Polres Jakarta Selatan, tetapi juga di berbagai daerah lain. Dugaan kasus serupa terus bermunculan, memperlihatkan bahwa masalah ini bukanlah insiden tunggal, melainkan pola yang berulang dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

Dampak dari praktik seperti ini sangat besar. Bayangkan seseorang yang tidak bersalah ditahan hanya karena permainan oknum tertentu. Jika ia adalah tulang punggung keluarga, maka dampaknya akan sangat fatal, baik secara ekonomi maupun psikologis, tegas D. Hasidah S.Lipung,SH.,MH.
Oleh karena itu, masyarakat mendesak agar ada wadah pengaduan yang cepat merespons kasus-kasus semacam ini. Setiap daerah seharusnya memiliki mekanisme pengawasan yang transparan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.
Desakan Reformasi dan Sanksi Tegas
Kasus AKBP Bintoro menjadi bukti bahwa sanksi etik saja tidak cukup. Oknum kepolisian yang terbukti menyalahgunakan jabatannya harus dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan KUHP. Mereka telah menjadikan institusi yang dibiayai oleh negara—yang dananya berasal dari rakyat—sebagai alat untuk melakukan kejahatan, jelas D. Hasidah S.Lipung,SH.,MH.
Untuk mengembalikan citra kepolisian, reformasi harus dilakukan. Polri harus kembali kepada fungsi utamanya, yaitu melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan menjadi institusi dagang yang berorientasi pada kepentingan pribadi oknum tertentu.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil, tanpa diskriminasi, dan tanpa intervensi kepentingan tertentu. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum akan semakin tergerus, dan keadilan akan semakin sulit diwujudkan di negeri ini.
)**Tjoek