Jakarta (HukumWatch) :
Kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak fundamental dalam demokrasi. Namun, beberapa peneliti di Indonesia justru menghadapi ancaman kriminalisasi saat mengungkap kebenaran. Apa makna perjuangan mereka? Pernahkah kita berpikir bahwa para peneliti itu seperti pejuang di medan perang?
Mereka menggali data, menelusuri fakta, dan mencoba memotret fenomena sosial, ekonomi, hingga politik dengan lensa kritis. Sayangnya, perjuangan ini kadang justru membuat mereka terseret arus tekanan dan bahkan kriminalisasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus penahanan peneliti yang mengkritisi kebijakan pemerintah jadi sorotan. Alih-alih mendapat ruang untuk berpendapat, mereka malah dihadapkan pada ancaman jerat hukum.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan serius: Apakah kebebasan berekspresi masih benar-benar terjamin di negara demokrasi?
Ada Data, Ada Nyali
Peneliti bukan sekadar pemburu angka. Mereka adalah pembawa suara, penelusur kebenaran, yang tak takut menghadapi kritik, apalagi tekanan. Namun, di tengah semangat mengungkap kebenaran, ancaman penahanan dan kriminalisasi membuat langkah mereka terasa berat.
Bahkan beberapa penelitian yang dianggap “sensitif” justru menjadi alasan penguasa untuk membungkam suara.
Hal ini tentu berdampak besar. Bukan hanya bagi para peneliti, tapi juga bagi masyarakat luas. Jika peneliti takut berbicara, bagaimana kita bisa memahami fenomena yang kompleks di sekitar kita? Bagaimana ilmu pengetahuan bisa berkembang jika data dan temuan dibungkam?
Demokrasi Seharusnya Memberi Ruang
Dalam demokrasi yang sehat, para peneliti seharusnya berdiri tegak, bebas menggali fakta tanpa takut akan hukuman. Pemerintah pun seharusnya melindungi kebebasan ini, memastikan setiap kritik dan temuan yang muncul mendapat ruang untuk diperdebatkan, bukan dibungkam.
Sayangnya, beberapa kasus yang mencuat menunjukkan bahwa jalan menuju kebebasan berekspresi masih penuh batu sandungan. Para peneliti yang gigih menyuarakan data kerap dihadapkan pada tekanan yang melemahkan semangat mereka.
Kebebasan berekspresi dan berpendapat bukan hanya soal hak individu peneliti. Ini adalah fondasi bagi masyarakat yang ingin terus maju.
Jika kita membiarkan kriminalisasi menjadi senjata untuk membungkam suara kritis, maka kita juga sedang mempertaruhkan masa depan ilmu pengetahuan, teknologi, dan bahkan kebebasan kita sendiri.
Kini saatnya kita semua, bukan hanya peneliti, berdiri untuk kebebasan berekspresi. Kita butuh ruang yang aman untuk menyuarakan kebenaran, meski kadang pahit untuk diterima.
Karena pada akhirnya, suara kebenaran tidak hanya menguatkan peneliti, tapi juga membangkitkan semangat seluruh bangsa.
Jadi, mari kita teguhkan langkah untuk melindungi para peneliti yang berani menggali fakta. Jangan biarkan suara mereka terbungkam.
Karena ketika kebenaran bersuara, masa depan kita pun menjadi lebih jelas. Mari jadi bagian dari perubahan, demi ilmu pengetahuan yang maju dan demokrasi yang sehat.
)**Oleh Bambang Tjoek Priambodo