Bogor (HukumWatch) :
Hardiyana Saputra, SH, selaku Penasehat Hukum ahli waris tanah H. Abdurachman, menyesalkan sikap Kepala Desa Nanggerang, Kecamatan Tajur Halang. Ia mengkritisi minimnya transparansi dan pelayanan terkait sengketa tanah seluas 743 m² yang menjadi hak kliennya.
“Bagaimana mungkin kita mengakui hak hanya berdasarkan surat tanpa tanda tangan PPAT atau pejabat berwenang? Ditambah lagi, Kepala Desa Nanggerang kerap tidak berada di kantor saat kami mencoba berkomunikasi,” ungkap Hardiyana.
Hardiyana menyatakan adanya kejanggalan terkait klaim dan pengakuan dari pihak IR atas tanah tersebut. Ia menegaskan bahwa dasar pengakuan tersebut tidak sah secara hukum.

Langkah Somasi
Hardiyana menjelaskan bahwa pihaknya telah melayangkan surat somasi kepada Kepala Desa Nanggerang. Sebelumnya, mereka juga mengirimkan dua surat permohonan informasi dan transparansi yang diterima oleh staf desa, yaitu Bapak Nasir dan Bapak Andi.
Selain itu, pihaknya telah melakukan komunikasi langsung dengan Sekretaris Desa, Bapak Ujang, serta menyampaikan surat permohonan mediasi via ekspedisi.
“Ini adalah itikad baik dari kami untuk mencari tahu duduk perkaranya. Namun, hingga kini belum ada tanggapan yang memadai dari pihak desa,” tambahnya.
Kerjasama yang Mencurigakan
Menurut Hardiyana, terdapat indikasi mencurigakan atas kerjasama antara pihak desa dengan pihak IR yang mengklaim tanah tersebut.
Hal ini semakin mencurigakan dengan adanya dokumen segel berlogo Garuda yang menyatakan tanah itu telah terjual habis, namun ditemukan cacat administrasi.
“Tanah yang diakui IR belum pernah dijual oleh klien kami. Tanah itu masih tercatat atas nama H. Abdurachman sesuai dokumen C:147 Persil 53 D.II Desa Nanggerang,” jelasnya.

Bukti dan Kronologi
Marlia, ahli waris, memaparkan kronologi tanah tersebut. Menurutnya, tanah itu awalnya dimiliki oleh kakeknya, H. Abdurachman, yang kemudian diwariskan kepada ayahnya, H. N. Marsuni, pada tahun 1990.
Perpindahan hak tersebut dibuktikan dengan dokumen segel berlogo Garuda bertanggal 5 November 1995. Namun, tiba-tiba tanah ini diklaim oleh IR hanya berdasarkan surat SPPT PBB.
“Anehnya, IR juga mengklaim telah membeli tanah tersebut tanpa bukti dokumen resmi lain dari desa atau pejabat berwenang,” jelas Marlia.

Pembelian Sah H. Abdurachman
Hardiyana menambahkan bahwa H. Abdurachman membelinya secara sah dari Suradi alias Radi bin Jasmin pada 26 Juni 1990. Transaksi tersebut disaksikan oleh Kepala Dusun I (Zaenal), Ketua RW 03 (Rain), dan Ketua RT 001 (Suriya).
Hardiyana pun menegaskan bahwa jika somasi tidak ditanggapi, pihaknya akan membawa masalah ini ke jalur hukum.
“Kami siap melaporkan persoalan ini kepada pihak berwenang untuk mendapatkan keadilan. Tanah ini telah dikuasai oleh ahli waris sejak tahun 1990 dan kami memiliki bukti kuat terkait kepemilikannya,” tegas Hardiyana.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi, pihak Pemerintah Desa Nanggerang mengaku belum mengetahui secara keseluruhan permasalahan ini. Situasi ini menunjukkan adanya ketidakjelasan informasi di tingkat pemerintahan desa. )** Don