Categories INTERMEZZO

Bongkar !! Polemik SHGB Laut

Jakarta (HukumWatch) :

SHGB Laut atau Sertifikat Hak Guna Bangunan yang diterbitkan untuk kawasan perairan. Semacam “surat izin” yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau badan hukum untuk menggunakan lahan di laut dalam jangka waktu tertentu.

Penggunaan lahan ini bisa untuk berbagai tujuan, seperti budidaya laut, pembangunan pelabuhan kecil, atau kegiatan maritim lainnya.

Mengapa SHGB Laut Menjadi Perhatian?
Baru-baru ini, isu mengenai SHGB Laut menjadi sorotan publik, terutama terkait dengan kasus-kasus di mana sertifikat ini diterbitkan untuk kawasan yang seharusnya tidak diperbolehkan, seperti kawasan konservasi atau area yang memiliki nilai ekologis tinggi.

Hal tersebut menjadi permasalahan, lantaran diduga penerbitannya Tidak Sesuai Aturan. Atau diduga diterbitkan tanpa melalui prosedur yang benar atau melanggar aturan yang berlaku.

Adanya SHGB Laut seringkali memicu konflik dengan nelayan tradisional atau kelompok masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut.

Selain penggunaan lahan di laut yang tidak terkendali dapat merusak ekosistem laut dan mengancam keanekaragaman hayati.

Contoh Kasus:
Salah satu kasus yang cukup menarik perhatian adalah kasus SHGB Laut di kawasan pagar laut Tangerang. Dalam kasus ini, ditemukan adanya sejumlah besar SHGB Laut yang diterbitkan untuk kawasan yang seharusnya tidak diperbolehkan.

Karugian Bagi Nelayan Tradisional Keberadaan SHGB Laut dapat mengurangi area penangkapan ikan dan berdampak pada pendapatan mereka.

Kegiatan pembangunan di kawasan pesisir yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan mangrove, terumbu karang, dan habitat laut lainnya.

Perbedaan kepentingan antara pemegang SHGB Laut dan masyarakat pesisir dapat memicu konflik sosial.

Penegakan Hukum Tegas

Pemerintah perlu melakukan pengawasan yang ketat terhadap penerbitan SHGB Laut dan menindak tegas pihak-pihak yang melanggar aturan.

Penataan Ruang yang Komprehensif: Perlu dilakukan penataan ruang wilayah pesisir secara terpadu dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Masyarakat pesisir perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan wilayah pesisir.

Mengapa SHGB Laut Diterbitkan

Salah satu alasan utama adalah untuk memanfaatkan lahan di kawasan pesisir yang luas. Dengan adanya SHGB, lahan tersebut dapat digunakan untuk berbagai kegiatan ekonomi seperti budidaya laut, pariwisata, atau pembangunan infrastruktur.

Penerbitan SHGB seringkali dipandang sebagai bentuk investasi. Bagi investor, kepemilikan lahan di kawasan pesisir dianggap menjanjikan keuntungan jangka panjang.

Pemerintah daerah mungkin melihat penerbitan SHGB sebagai cara untuk mendorong pembangunan dan pengembangan wilayah.

Penerbitan SHGB Laut dan implikasi negatif

SHGB seringkali memicu konflik dengan nelayan tradisional atau kelompok masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut.

Penggunaan lahan di kawasan pesisir yang tidak terkendali dapat merusak ekosistem laut dan mengancam keanekaragaman hayati.

Dalam banyak kasus, penerbitan SHGB Laut dilakukan tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku, sehingga dapat dianggap sebagai tindakan ilegal.

SHGB Laut merupakan instrumen hukum yang penting dalam pengelolaan wilayah pesisir. Namun, penerapannya perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah baru.

Penerbitan SHGB Laut merupakan isu kompleks yang melibatkan berbagai kepentingan. Di satu sisi, SHGB dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, di sisi lain, penerbitan yang tidak terkendali dapat menimbulkan masalah sosial dan lingkungan yang serius.

Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang ketat dan kebijakan yang jelas untuk mengatur penerbitan SHGB Laut.

Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya laut dilakukan secara berkelanjutan dan adil.

Penerbitan SHGB Laut yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat berdampak serius, baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat.

Sanksi Pelanggar Aturan

Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan berbagai sanksi bagi pihak-pihak yang terbukti melanggar aturan.

Sanksi yang dapat diberikan kepada pelanggar aturan penerbitan SHGB Laut bervariasi, tergantung pada tingkat pelanggaran dan dampak yang ditimbulkan.

Salah satu kasus yang cukup terkenal adalah kasus penerbitan SHGB di kawasan pagar laut Tangerang. Dalam kasus ini, sejumlah pihak terbukti melanggar aturan dan dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan SHGB serta denda.

Sanksi-sanksi tersebut didasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Jenis dan tingkat sanksi yang diberikan akan disesuaikan dengan karakteristik pelanggaran, dampak yang ditimbulkan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

)**Nawasanga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like