Categories JUSTICE LAWNATION

Sengketa Tanah di Desa Sasak Panjang, Kuasa Hukum Ahli Waris Soroti Kinerja Kepala Desa

Kabupaten Bogor (Hukumwatch.com):

Persoalan sengketa tanah di Desa Sasak Panjang, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, kembali mencuat setelah kuasa hukum ahli waris, Yudha Priyono, S.H., M.H., dari Yudha and Partners Law Office, mengeluarkan pernyataan terkait adanya dugaan mal-administrasi dan pemalsuan dokumen oleh oknum aparat desa. Sengketa tersebut bermula dari klaim sepihak atas tanah seluas kurang lebih 3.200 meter persegi yang dahulu dimiliki oleh almarhum Antaniran.

Menurut Yudha Priyono, tanah tersebut telah dihibahkan oleh Antaniran kepada anaknya, Anah, pada tahun 1990. “Surat hibahnya ada, letter C dan persilnya terdaftar di desa dengan nomor 627 dan 19,” ungkap Yudha. Namun, di kemudian hari, muncul klaim dari seorang warga bernama Teni Sinaga yang mengaku membeli tanah tersebut dari Antaniran. Yang menjadi persoalan, Antaniran telah meninggal dunia pada tahun 1993, sedangkan menurut pengakuan Teni, transaksi pembelian terjadi pada tahun 1994.

“Bagaimana mungkin bisa terjadi jual beli di tahun 1994, sedangkan Pak Antaniran sudah meninggal setahun sebelumnya?” ujar Yudha. Ia juga menyoroti kejanggalan pada Akta Jual Beli (AJB) yang diajukan oleh pihak Teni Sinaga kepada Pihak Kepolisian, di mana AJB tersebut tahun 1986, belum ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Camat setempat. Yang lebih janggal lagi, Antaniran adalah seorang yang cukup terdidik, beliau mantan Ketua RK, bisa baca dan tulis sedangkan di AJB yang diajukan pihak Teni Sinaga dibubuhi dengan cap jempol. “Beliau Pak Antaniran tidak pernah menggunakan cap jempol untuk transaksi,” jelas Yudha.

Yudha menambahkan bahwa pihak desa sempat mengeluarkan surat sporadik atas nama Teni Sinaga tanpa dasar kepemilikan yang jelas.

“Kami sudah berulang kali mengajukan permohonan klarifikasi ke pihak desa, namun tidak pernah digubris. Bahkan, ketika kami mendesak kepala desa untuk menandatangani surat sporadik atas nama ahli waris yang sah, kepala desa justru menolak dengan alasan pernah menandatangani sporadik sebelumnya untuk pihak Teni Sinaga, pada saat Saya menanyakan apa dasarnya Kades menandatangani Sporadik atas nama Teni Sinaga, staf desa menjawab dasarnya adalah Surat Pengakuan atas Kepemilikan Tanah bukan dari AJB atau dari kwitansi jual beli.Bukti yang diajukan kepada Pihak Kepolisian adalah AJB tapi untuk pengajuan Sporadik atas nama Teni Sinaga ke BPN berdasarkan Surat Pengakuan Kepemilikan Tanah yang dijadikan dasar oleh Kepala Desa, ini kan janggal juga,” ungkap Yudha.

Yudha juga menuturkan, sengketa tanah ini sudah masuk dalam ranah Pihak Kepolisian yang mana Teni Sinaga mengajukan bukti berupa AJB tahun 1986 yang tidak ditandatangani PPAT, sedangkan Teni mengaku membeli pada tahun 1994, yang mana pada Pak Antaniran sendiri telah meninggal dunia pada tahun 1993. Jadi yang dijadikan dasar oleh Kepala Desa untuk menerbitkan Sporadik atas hak tanah tersebut adalah hanya surat pernyataan pengakuan kepemilikan tanah dari Teni Sinaga dan itu bukanlah suatu dasar yang bisa dijadikan bukti.

Lebih lanjut, Yudha menyatakan bahwa langkah hukum akan segera diambil untuk menggugat pihak-pihak terkait, termasuk kepala desa. “Kami akan mengecek ke BPN terkait kelanjutan pengajuan sertifikat oleh Teni Sinaga. Jika terbukti ada mal-administrasi atau pemalsuan dokumen, kami akan melaporkan kepala desa atas dugaan pelanggaran hukum,” tegas Yudha

Di akhir pernyataannya, Yudha menegaskan harapan agar keadilan dapat ditegakkan bagi kliennya sebagai ahli waris yang sah. Ia juga meminta pihak terkait untuk bertindak profesional dan mengikuti prosedur yang berlaku agar tidak merugikan warga.

“Kami tidak bermaksud menyalahkan Ibu Teni sepenuhnya, mungkin benar beliau pernah beli tanah tersebut, namun kepada pihak yang salah, bukan ke pemilik asli tanah tersebut, yaitu Pak Antaniran. Jika memang ada bukti transaksi yang sah, kami siap berdiskusi. Tapi hingga saat ini, bukti tersebut tidak pernah ditunjukkan,” pungkas Yudha.

Kasus ini menjadi sorotan karena adanya dugaan kelalaian pihak desa yang dianggap tidak teliti dalam menangani persoalan administrasi tanah. Pihak ahli waris berharap kejadian serupa tidak terulang dan proses hukum dapat berjalan secara adil.(PR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like