Jakarta (HukumWatch) : Komite III DPD RI menggelar evaluasi pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumut dan merekomendasi berbasis temuan.
Dalam rapat finalisasi hasil pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan ini.
Khususnya dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Tahun 2024 di Aceh dan Sumatera Utara.
Rapat yang bertempat di Ruang Padjajaran DPD RI ini (9/12), bertujuan menyusun rekomendasi komprehensif demi penyelenggaraan PON yang lebih baik.
Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma, menegaskan pentingnya menyempurnakan laporan pengawasan yang telah dilakukan tersebut.
“Pada rapat finalisasi ini, kita berharap dapat menyempurnakan muatan materi, sehingga nantinya laporan ini dapat dijadikan rekomendasi,” ujarnya.
Khususnya kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Kita ingin hasil ini benar-benar bermanfaat bagi bangsa dan negara, lanjutnya.
Sementara Andri Kusmayadi Tenaga Ahli Komite III DPD RI mengungkap delapan temuan utama dalam laporan pengawasan Komite III DPD RI.
Salah satunya keterlambatan konstruksi arena pertandingan yang dinilai kurang representatif.
“Rekomendasinya, pemerintah pusat dan daerah harus meningkatkan koordinasi. Memastikan perencanaan matang, serta mencairkan anggaran tepat waktu,” ungkap Andri Kusmayadi.
Tenaga Ahli Komite III DPD RI juga menyampaikan masalah akomodasi dan konsumsi atlet yang sering kali kurang memadai sebagai temuan.
Menurutnya, kualitas layanan akomodasi dan konsumsi harus ditingkatkan melalui koordinasi dan pengawasan ketat.
Masalah lain yakni pengurangan anggaran penyelenggaraan, indikasi kecurangan perangkat pertandingan, serta jumlah cabor yang terlalu banyak menjadi temuan pengawasan tersebut.
PON 2024 terdiri 65 Cabor (cabang olahraga), 87 disiplin Cabor, 1038 nomor pertandingan, menyebabkan penyelenggara mempersiapkan arena lebih banyak, waktu lebih panjang, dan menambah anggaran.
“PB PON perlu memastikan kompetensi perangkat pertandingan dan memanfaatkan teknologi seperti VAR untuk meminimalisir kecurangan,” jelas Andri.
Jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan juga disesuaikan dengan even Internasional, tukasnya.
Terkait penyelenggaraan PON 2028 di NTB dan NTT, Andri menyampaikan rekomendasi dari hasil temuan agar pemerintah menetapkan tuan rumah jauh sebelumnya.
Mempertimbangkan kesiapan sarana dan prasarana. Sekaligus menekankan perlunya pembinaan atlet berkelanjutan agar dapat bersaing hingga tingkat internasional.
Sedangkan Ketua Komite III Filep Wamafma menyerukan evaluasi total terhadap semua aspek PON. Kita mendesak audit transparan terkait penggunaan anggaran.
“Selain perlu desain besar pelaksanaan olahraga yang melibatkan Kemenpora dan instansi terkait agar permasalahan tidak
berulang,” tegas Filep.
Sementara Wakil Ketua Komite III Dailami Firdaus, menilai PON Aceh-Sumut sebagai salah satu PON dengan persiapan dan pelaksanaan yang amburadul.
“Ini harus menjadi pembelajaran, terutama dari sisi hukum, agar tidak terulang di masa depan,” katanya.
Anggota DPD RI lainnya, Senator Jawa Tengah, Denty Eka Widi Pratiwi menyoroti keterbatasan anggaran akibat bersamaan dengan pemilu.
“Ini menjadi pengawasan melekat bagi kita, dan jika ada pelanggaran, harus ada tindakan hukum tegas,” ujarnya.
Sementara Senator Gorontalo, Jasin U. Dilo menyarankan peninjauan ulang kebijakan pemilihan lokasi penyelenggaraan PON mempertimbangkan pemerataan pembangunan.
Sednagkan Senator DI Yogyakarta, Ahmad Syauqi Soeratno menekankan pentingnya perencanaan yang matang.
“Dalam sport management, 50% keberhasilan adalah perencanaan. Pemerintah harus memastikan kesiapan host province jauh sebelumnya,” tegasnya.
Diskusi pun menghasilkan masukan untuk membangun grand design penyelenggaraan PON.
Zuhri M. Syazali, Senator Bangka Belitung menekankan momentum PON harus dimanfaatkan untuk pembangunan berkelanjutan di daerah.
“Pasca-PON, daerah harus dapat memanfaatkan infrastrukturnya untuk kepentingan jangka panjang,” paparnya.
Filep lalu menutupnya melalui komitmen Komite III DPD RI untuk memastikan pelaksanaan PON menjadi ajang olahraga mencetak prestasi dan pembangunan daerah secara menyeluruh.
Rekomendasi hasil finalisasi ini turut mendorong perubahan signifikan tata kelola penyelenggaraan PON mendatang.
)**Yuri