Jakarta, HukumWatch –
“Sekali lagi saya tegaskan, kami sangat prihatin dengan maraknya kasus kriminalisasi terhadap guru, yang semakin hari intensitasnya boleh dikatakan semakin banyak terjadi. Pemberitaan terkait hal tersebut di berbagai platform media telah menjadi bola panas dan pembenar bagi orangtua/wali siswa dan pihak-pihak lainnya untuk melakukan hal serupa terhadap guru. Pendek kata, satu satu tindakan yang dilakukan guru sebagai bentuk pendidikan, pengajaran dan pembinaan pada siswa justru dianggap sebagai tindakan penganiayaan dan penghinaan oleh orangtua/wali siswa dan pihak-pihak lainnya, sehingga menjadi bahan aduan, laporan dan tuntutan secara pidana maupun perdata”, ujar Wakil Ketua Komite III DPD RI, Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, SH., LL.M., MBA merespon maraknya kasus kriminalisasi terhadap guru yang terjadi di beberapa daerah. Komite III DPD RI pun menyerukan darurat perlindungan guru.
Dailami menyebut, sedikitnya ada 4 hal yang bisa dilakukan terkait permasalahan kriminalisasi guru.
Pertama, Presiden bisa menginstruksikan kepada jajarannya seperti Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Dalam Negeri, dan Kapolri untuk mengambil langkah-langkah strategis guna mencegah dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hal ini sebagai bentuk keseriusan dan keberpihakan Pemerintah terhadap perlindungan guru. Bagaimanapun guru punya peran penting dalam mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045. Oleh karena itu Komite III DPD RI menyerukan Stop ! Kriminalisasi Guru, Darurat Perlindungan Guru.
Kedua, secara khusus Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah harus memerintahkan jajarannya untuk melaksanakan dan memberikan layanan perlindungan pada guru, yang mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 3798/B.B1/Hk.03/2024 Tentang Petunjuk Teknis Perlindungan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Dalam Pelaksanaan Tugas.
Meski telah berganti Kementerian, akan tetapi surat Keputusan ini tetap berlaku mengingat belum ada regulasi baru yang mencabutnya.
Ketiga, dalam jangka panjang, perbaikan atau revisi UU Guru dan Dosen mendesak untuk dilakukan. Revisi UU Guru dan Dosen yang sedianya sudah masuk dalam prolegnas long list tahun 2020-2024 pada kenyataannya sama sekali tidak dibahas oleh DPR.
Padahal sejak tahun 2019, DPD RI telah menyerahkan naskah RUU Usul Inisiatif DPD RI tentang Perubahan UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen kepada DPR RI.
Revisi dilakukan untuk memperkuat norma terkait perlindungan guru, yang harus meliputi seluruh aspek perlindungan bukan saja perlindungan hukum, tetapi juga perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, serta perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual.
Disamping perlindungan tersebut diberikan kepada guru terhadap berbagai bentuk kekerasan baik fisik, psikis, seksual dan berbagai jenis perundungan (bullying).
Kempat, selaras dengan seruan Stop ! Kriminalisasi Guru, Darurat Perlindungan Guru, Komite III DPD RI mendesak Pemerintah Daerah dan perangkatnya, satuan pendidikan, organisasi profesi guru untuk membentuk dan mengefektifkan tugas dan fungsi Satgas Perlindungan Guru di tempatnya masing-masing serta mengajak masyarakat untuk turut mengawasai pelaksanaan tugas dan fungsi satgas tersebut.
“Saya berpikir jika ke 4 hal tadi – dalam jangka pendek bisa dilakukan, akan menjadi kado indah buat para guru, mengingat pada 25 November mendatang akan diperingati sebagai Hari Guru Nasional,” tukas Wakil Ketua Komite III DPD RI, Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, SH., LL.M., MBA.
Dirinya yakin, Ki Hajar Dewantara, KH Ahmad Dahlan, Raden Ajeng Kartini, Dewi Sartika dan tokoh pejuang pendidikan sekaligus pendiri NKRI lainnya tentu menangis melihat situasi dan kondisi saat ini.
Perjuangan mereka untuk mencerdaskan dan mengangkat harkat dan martabat anak bangsa melalui pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh guru justru di balas dengan memenjarakan guru, menuntut ganti kerugian pada guru dan tindakan lain yang tidak patut kepada guru.
Bukankah ini ibarat air susu di balas air tuba ?,” renung Wakil Ketua Komite III DPD RI, Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, SH., LL.M., MBA.
)**Tjoek