Jakarta, HukumWatch –
“De kurator is belas, aldus de wet, met het beheer en de vereffening van de failliete boedel” …
(Kurator adalah bertugas, menurut undang-undang, mengurus, dan membereskan harta pailit) …
Istilah kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sering kali masih terasa asing bagi sebagian orang, istilah ini sering digunakan dalam dunia hukum bisnis dan usaha, baik untuk orang-perorangan, maupun untuk Badan Hukum.
Sejarah Undang-Undang Kepailitan sebagaimana dahulu diatur dalam Staatsblad 1905:217 Jo. Staatsblad 1906:348 tentang Faillissement Verordening (Undang-undang tentang Kepailitan), yang saat ini telah diatur dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU -KPKPU).
Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 UU-KPKPU, “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Tentunya ada beberapa Pihak dalam hukum Kepailitan dan PKPU, antara lain Kreditor, Debitor, Kurator, Pengurus, Hakim Pemeriksa/Pemutus, dan Hakim Pengawas, yang mana masing-masing Pihak telah diatur kedudukan, tugas, serta kewenangan dalam UU-KPKPU.
UU-KPKPU, sesuai dengan Ketentuan Pasal 24 UU-KPKPU merubah status hak Debitor pailit menjadi hilang untuk menguasai dan mengurus harta kekayaanya sejak tanggal putusan pailit diucapkan/dibacakan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri tempat permohonan pailit tersebut diajukan, terhitung sejak pukul 00.00 waktu setempat.
Artinya apabila hari ini pukul 10.00 debitor pailit dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, maka putusan tersebut sejatinya berlaku mulai pukul 00.00 waktu setempat (sebelum putusan pailit dibacakan), sehingga dengan demikian kewenangan menguasai dan mengurus harta pailit milik Debitor Pailit beralih kepada Kurator yang ditunjuk dan diangkat oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri setempat, termasuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan.
Dasar Kurator melaksanakan pengurusan dan pemberesan tersebut adalah Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur mengenai prinsip paritas creditorium.
Hal ini karena dengan Pasal 1131 KUHPerdata ditentukan bahwa semua harta kekayaan Debitur demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang Debitur.
Dengan demikian, maka Debitur sebenarnya tidak bebas terhadap harta kekayaannya ketika ia memiliki utang kepada pihak lain, dalam hal ini kepada Kreditur.
Lebih lanjut dikatakan “De kurator is belas, aldus de wet, met het beheer en de vereffening van de failliete boedel” (kurator adalah bertugas, menurut undang-undang, mengurus, dan membereskan harta pailit).
Hukum Kepailitan dan PKPU masuk ke dalam ranah hukum perdata khusus, oleh karena khusus UU-KPKPU juga mengatur tentang adanya Gugatan yang disebut dengan Gugatan Lain-lain yang hukum acaranya sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan termasuk dalam gugatan sederhana, adapun tata cara dan persyaratan pengajuan Gugatan Lain-Lain sebagai berikut :
- Gugatan harus diajukan oleh advokat berdasarkan Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU-KPKPU;
- Gugatan harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga berdsarkan Ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU-KPKPU;
- Panitera menyampaikan Gugatan kepada Ketua Pengadilan Niaga selama 2 hari sejak pendaftaran dilakukan berdasarkan Ketentuan Pasal 6 ayat (4) UU-KPKPU;
- Sidang pemeriksaan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah Gugatan didaftarkan berdasarkan Ketentuan Pasal 6 ayat (6) UU-KPKPU;
- Pemeriksaan Gugatan lain-lain diperiksa secara sederhana sesuai ketentuan Pasal 127 ayat (3) UU-KPKPU;
- Tidak dikenal adanya perkara intervensi sebagaimana dalam Pasal 127 ayat (5) UUK & PKPU;
- Putusan Gugatan harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal Gugatan didaftarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (5) UU-KPKPU.
Gugatan Lain-lain termuat dalam Ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU-KPKPU Jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU-KPKPU yang berbunyi sebagai berikut :
“Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor”.
Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU-KPKPU
“Yang dimaksud dengan “hal-hal lain”, adalah antara lain, actio pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk Gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.
Hukum Acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang termasuk “hal-hal lain” adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaiannya.”
- Actio Pauliana
Actio Pauliana secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1341, yang berbunyi sebagai berikut :
“Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berpiutang dengan nama apapun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asal dibuktikan, bahwa ketika perbuatan dilakukan, baik si berutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat, mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang yang berpiutang”
Begitu juga halnya dalam Hukum Kepailitan, Actio Pauliana adalah hak yang diberikan kepada seorang kreditor untuk memajukan dibatalkannya segala perbuatan yang tidak diwajibakn untuk dilakukan oleh debitor tersebut, sedangkan debitor mengetahui bahwa dengan perbuatannya itu kreditor dirugikan.
Hak tersebut merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi kreditor atas perbuatan debitor yang dapat merugikan kreditor.
Secara komprehensif UU-KPKPU mengatur mengenai Actio Pauliana ini, mulai dari Pasal 41 sampai dengan Pasal 49 UU-KPKPU, dengan syarat yaitu adanya batas waktu 1 (satu) Tahun sebelum putusan pailit diucapkan dimana perbuatan hukum merugikan kepentingan kreditor.
- Gugatan Perlawanan Pihak Ketiga Terhadap Penyitaan
Sita atau disebut juga dengan beslag (Belanda), yang mana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah sita sebagai tuntutan pengadilan; perihal mengambil dan menahan barang menurut keputusan pengadilan oleh alat negara (polisi dan sebagainya); pembeslahan. Lebih lanjut Yahya Harahap dalam bukunya membahas mengenai pengertian penyitaan, antara lain sebagai berikut :
1) Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan;
2) Tindakan paksa penjagaan yang dilakukan secara resmi berdasarkan perintah pengadilan atau hakim;
3) Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut berupa barang yang disengketakan dan bisa juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau tergugat dengan cara menjual lelang barang yang disita tersebut;
4) Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses pemeriksaan sampai dikeluarkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.
Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 UU-KPKPU, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UU-KPKPU.
Dalam pandangan Hukum perdata umum perlawanan pihak ketiga tersebut disebut dengan derden verzet (perlawanan pihak ketiga) terhadap consevatoir beslag (sita jaminan). Tak ayal, benda atau barang yang menjadi objek sita dalam perkara Kepailitan ternyata adalah milik pihak ketiga, UU-KPKPU memberikan hak bagi pihak ketiga untuk melakukan Gugatan, tentunya pihak ketiga tersebut haruslah subjek hukum yang mempunyai hubungan hukum dengan subjek yang digugat sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor. 294 K/Sip/1971 tanggal 7 Juni 1971, merujuk pada Ketentuan Pasal 26 UU-KPKPU dikatakan “Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap Kurator.”
Gugatan pihak ketiga terhadap penyitaan dapat diartikan bahwa tindakan Kurator dalam melakukan sita umum terhadap harta pailit telah melanggar hak orang lain ataupihak ketiga. Pihak ketiga dapat mendalilkan keberatan dengan memberikan bukti bukti bahwa harta tersebut adalah benar dimiliki oleh dirinya sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Pasal 49 ayat (3) UU-KPKPU.
- Gugatan Perkara di Mana Debitor, Kreditor, Kurator, atau Pengurus Menjadi Salah Satu Pihak dalam Perkara yang Berkaitan dengan Harta Pailit Termasuk Gugatan Kurator Terhadap Direksi yang Menyebabkan Perseroan Dinyatakan Pailit karena Kelalaiannya atau Kesalahannya
Debitor, Kreditor, maupun Kurator bisa menjadi pihak sebagai Penggugat maupun Tergugat dalam Gugatan Lain-lain, termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya (yakni tanggung renteng anggota Dikreksi atas kesalahan dan kelalaianya), terkait dengan penyalahgunaan kewenangan Direksi dalam suatu perusahaan yang telah merugikan kepentingan harta pailit sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 42 Ayat (2) UU-KPKPU
Banyak contoh terkait Kurator menjadi Tergugat yakni Kurator digugat karena daftar pembagian yang tidak sesuai, Kurator digugat karena dianggap lalai, dan ok lain sebagainya. Begitu juga Kreditor bisa menjadi subjek gugatan menjadi Tergugat maupun Penggugat, sebagai contoh Kreditor yang lalai menyampaikan mengenai adanya harta pailit sebagai jaminannya, dan lain sebagainya.
Gugatan Lain-lain sebagaimana mengacu pada Hukum Acara Perdata pada umumnya juga disampaikan dalam Angka 20 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 109/KMA/SK/IV /2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dengan demikian, gugatan lain-lain dapat memuat rasa keadilan baik bagi Kurator, Debitor Pailit, maupun Para Kreditor, dengan ditujukan pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri tempat Putusan Pailit diucapkan.
)** by Anastasius Wahyu Priyo Utomo S.H., M.H., Managing Partners Law Office Wahyu Utomo & Partners; Advokat PERADI, Kurator & Pengurus AKPI